SUPLEMEN PA MAMRE 31 AGUSTUS-06 SEPTEMBER 2025

Teks :

1 Kronika 29:13-14

Tema :

Nginget Perkuah Ate Dibata

 

Pendahuluan

Salah satu bahaya terbesar dalam hidup orang percaya bukanlah penderitaan, melainkan kelimpahan yang membuat kita lupa. Ketika segala sesuatu berjalan lancar, pekerjaan stabil, keluarga damai, pelayanan berjalan, kita mulai merasa semua itu adalah hasil kerja keras kita. Hati-hati, karena berkat yang tidak diingat sebagai anugerah bisa berubah menjadi kesombongan yang halus. Itulah sebabnya, kita perlu merenung dan bertanya, apakah kita masih mengingat kebaikan Tuhan, atau sudah mulai merasa itu semua karena diri kita sendiri?

Kitab 1 Tawarikh 29 mencatat momen luar biasa saat Raja Daud dan bangsa Israel bersyukur setelah mengumpulkan persembahan besar untuk pembangunan Bait Suci. Namun yang paling menyentuh bukan jumlah yang dikumpulkan, melainkan sikap hati Daud. Di tengah limpahan kekayaan, dia justru berkata “Siapakah aku ini dan siapakah bangsaku?”

Kalimat ini bukan basa-basi rohani. Ini keluar dari hati yang sadar: bahwa semua yang kami punya, bahkan kemampuan memberi, berasal dari Tuhan. Itulah kerendahan hati yang lahir dari ingatan akan kebaikan Tuhan.

Saat ini, kita pun perlu berhenti sejenak dari ritme hidup yang cepat. Mari melihat ke belakang dan mengingat: berapa banyak kebaikan Tuhan yang telah menyertai hidup kita? Mungkin kita pernah jatuh, tapi tidak dibiarkan. Pernah gagal, tapi dipulihkan. Pernah kosong, tapi dicukupi. Hari ini, kita hidup bukan karena kuat dan hebat, tapi karena Tuhan baik dan setia. Maka mari kita datang kepada-Nya bukan dengan rasa memiliki, tapi dengan rasa syukur yang dalam karena kita tahu, semua ini dari tangan-Nya.

Isi

Sebelum sampai pada doa syukur di ayat 13, Daud terlebih dahulu memimpin persiapan besar untuk pembangunan Bait Suci. Meskipun ia sendiri tidak diizinkan Tuhan membangunnya, ia memberikan hartanya secara pribadi dan mengajak seluruh bangsa ikut memberi dengan sukarela. Respons umat luar biasa, mereka memberi dengan sukacita dan penuh semangat.

Melihat hal itu, Daud tidak berbangga diri. Ia sadar bahwa keberhasilan itu bukan karena kepemimpinannya, tetapi karena Tuhan yang menggerakkan hati umat dan mencurahkan berkat. Dari kesadaran inilah, Daud menaikkan pujian yang penuh kerendahan hati dengan mengakui bahwa semua berasal dari Tuhan.

Dalam ayat 13-14 ini, kita melihat Raja Daud mengungkapkan doa syukurnya di hadapan seluruh umat Israel. Ia sedang berada di puncak masa pemerintahannya, bangsa sedang makmur, proyek pembangunan rumah Tuhan akan segera dilaksanakan, dan persembahan dari seluruh rakyat telah terkumpul begitu banyak. Namun, yang menarik bukanlah apa yang diberikan, melainkan bagaimana Daud menyikapi semuanya itu.

Ia tidak menganggap persembahan besar itu sebagai bukti kehebatan dirinya atau bangsanya. Justru sebaliknya, ia menyadari bahwa semua yang mereka berikan kepada Tuhan, sejatinya berasal dari Tuhan juga. Daud menunjukkan sikap hati yang sangat dalam, rendah hati, penuh rasa syukur, dan sadar diri. Ia tidak merasa berjasa atas keberhasilan ini, melainkan merasa terhormat karena Tuhan telah mempercayakan dan memampukan mereka untuk memberi.

Dalam sikap Daud, kita menemukan pelajaran penting: bahwa segala yang kita miliki waktu, kekuatan, berkat materi, bahkan semangat memberi adalah anugerah Tuhan. Maka, ketika kita memberi kepada Tuhan, kita sebenarnya bukan sedang menunjukkan kebaikan kita, tetapi sedang mengembalikan sebagian kecil dari apa yang sudah Dia limpahkan. Kesadaran ini membuat hati tidak menjadi sombong, tetapi justru makin bersyukur dan murah hati.

Lebih dari itu, sikap Daud juga mengajarkan bahwa memberi kepada Tuhan bukan karena kita mampu, tetapi karena Tuhan yang lebih dulu memberi. Dan ketika kita mengingat hal itu, kita akan lebih mudah untuk bersyukur dan lebih tulus dalam memberi baik dalam bentuk waktu, tenaga, maupun persembahan. Ini bukan soal besar kecilnya jumlah, tetapi soal besar kecilnya kesadaran bahwa hidup ini adalah titipan Tuhan.

Penutup

Dari sikap hati Daud kita belajar satu hal penting: semua yang kita miliki berasal dari Tuhan, dan kita hanya pengelola sementara. Ketika kita mengingat kebaikan-Nya, hati kita akan penuh syukur, bukan keluh. Kita akan ringan memberi, bukan perhitungan. Kita akan melayani, bukan menuntut dilayani.

Di dunia yang mendorong manusia untuk berbangga atas capaian pribadi, mari kita tampil berbeda. Kita tidak hidup untuk memegahkan diri, tetapi untuk memuliakan Tuhan yang memberi segala sesuatu. Kita ada sampai hari ini bukan karena kita kuat, tapi karena Tuhan baik.

Karena itu, marilah kita menutup perenungan ini dengan satu tekad:

Bahwa dalam segala musim hidup saat kita menerima, maupun saat kita memberi, kita akan selalu mengingat kebaikan Tuhan, dan hidup dalam rasa syukur yang sejati.

 

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD