SUPLEMEN PA MAMRE 27 JULI-03 AGUSTUS 2025, AMSAL 23:24-28

Teks :

Amsal 23:24-28

Tema :

Paguh Ngepkep Jabu

 

 

I. Pendahuluan

Dalam dunia yang penuh tantangan ini, rumah tangga menjadi salah satu medan perjuangan yang paling penting namun seringkali diabaikan. Banyak keluarga menghadapi tekanan dari ekonomi, media sosial, perbedaan nilai, hingga kurangnya komunikasi yang sehat. Tidak heran jika semakin banyak rumah tangga yang goyah bahkan hancur karena tidak adanya kekuatan untuk bertahan dan menjaga fondasi yang benar. Dalam konteks iman Kristen, keluarga adalah lembaga pertama yang dibentuk Tuhan sejak penciptaan manusia. Tuhan menetapkan peran suami, istri dan orang tua bukan hanya sebagai pengisi rumah, tetapi sebagai penjaga nilai-nilai ilahi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dibutuhkan kekuatan bukan hanya fisik, tetapi juga moral dan rohani untuk menjaga rumah tangga tetap berdiri teguh ditengah badai zaman. Menjadi kuat menjaga rumah tangga berarti hadir dengan kasih yang rela berkorban, kepemimpinan yang bertanggung jawab, serta iman yang teguh kepada Tuhan. Seorang ayah, ibu dan anak dipanggil untuk menjadi bagian dari kekuatan yang menjaga agar rumah bukan hanya tempat tinggal, tapi tempat bertumbuh dalam kasih dan kebenaran.

II. Penjelasan Teks

Amsal 23:24-28 berakar dari konteks kitab Amsal secara keseluruhan, yang merupakan kumpulan nasihat hikmat dalam tradisi kebijaksanaan Israel kuno. Kitab Amsal tergolong dalam kitab Hikmat dalam Perjanjian Lama. Umumnya dikaitkan dengan Salomo, meskipun beberapa bagian berasal dari kelompok atau penulis lain misalnya Agur dan Lemuel. Tujuan Kitab Amsal adalah mengajar hikmat praktis dan moral agar seseorang hidup benar di hadapan Allah dan sesama. Amsal 23 adalah bagian dari kumpulan nasihat-nasihat kebapakan atau guru kepada anak/murid. Tema utama pasal ini ialah pengendalian diri, kehormatan orang tua, menghindari keserakahan dan menjauhi godaan seksual. Khusus ayat 24-28 masuk dalam peringatan moral dan ajakan kepada anak agar hidup benar, bukan hanya demi dirinya sendiri tetapi demi kehormatan dan sukacita orang tuanya.

Ayat 24-25 : Sukacita Orangtua karena anak yang bijak menunjukkan nilai kebahagiaan orang tua ketika anaknya hidup benar di hadapan Tuhan. Kata “orang benar” dan “orang bijak” di sini bukan hanya soal moral, tapi menunjukkan pada karakter yang takut akan Tuhan, hidup dalam integritas dan menjauhi kejahatan. Konteks budaya Ibrani sangat menekankan kehormatan keluarga dan tanggung jawab anak untuk membawa nama baik bagi orang tuanya. Juga menjadi peringatan implisit bahwa anak yang tidak hidup bijak akan menyebabkan luka dan malu bagi orangtuanya. Anak adalah tidak terlepas cerminan didikan orang tua. Ketika seorang anak bertumbuh dalam iman dan hidup benar, itu menjadi kebanggan dan sukacita besar bagi orang tua, khususnya bagi seorang ayah dalam budaya patriakal Ibrani. “Ayah orang benar” berarti ayah dari seorang anak yang hidup dalam kebenaran dan hikmat Tuhan. Frasa ini menekankan hubungan antara keberhasilan rohani anak dan kebahagiaan orang tua, serta pentingnya didikan dan teladan dalam membentuk karakter anak.

Ayat 26 : Panggilan untuk menyerahkan hati dan mengikuti jalan hidup bijak. Ini adalah seruan relasional dan spiritual sang ayah mengajak anak untuk menyerahkan hati, artinya kemauan dan kepercayaan total. Kata “jalan-jalanku” mencerminkan kehidupan yang konsisten dengan hikmat Allah. Ini bisa dilihat juga sebagai cerminan relasi dengan Tuhan Allah sebagai Bapa yang menginginkan anak-anakNya mengikuti jalanNya yang bijaksana, bukan jalan dunia yang menyesatkan. Dalam konteks pendidikan Ibrani, “memberi hati” berarti membuka diri untuk menerima ajaran dan hidup menurutnya, bukan hanya memahami secara intelektual.

Ayat 27-28 : Peringatan terhadap perempuan jalang yang merujuk pada wanita yang tidak setia, cabul dan juga bisa mencakup simbol dari godaan duniawi dan kejatuhan moral. Digambarkan sebagai “lobang yang dalam” dan “sumur yang sempit” ini metafora untuk jebakan yang mematikan dan sulit keluar. Ayat 28 memberi peringatan tegas bahwa perempuan seperti ini menghadang seperti perampok, artinya menyesatkan secara aktif, dan bisa membuat banyak orang jatuh dalam dosa pengkhianatan (Ketidaksetiaan). Dalam konteks ini, dosa seksual bukan hanya merusak pribadi, tapi juga menghancurkan hubungan sosial dan keluarga. Amsal ini mengingatkan untuk berakar dalam Firman Tuhan dan menjaga kemurnian hidup dan hubungan keluarga.

III. Kesimpulan

Kehidupan keluarga yang baik sangat diharapkan oleh semua keluarga di dunia ini. Ketika harapan itu diinginkan oleh keluarga tidak terlepas dari usaha-usaha untuk bisa mempertahankan keutuhan keluarga itu sendiri. Dimulai dari ayah yang sebagai pemimpin ditengah-tengah keluarga. Peran seorang ayah sangat kuat dalam mempertahankan keutuhan keluarga kristen khususnya. Berdasarkan Amsal 23:24-28 diingatkan kepada ayah sebagai pemimpin dalam beberapa hal:

  1. Menjadi Teladan Hidup Benar dan Menjadi Pemimpin Rohani dalam Keluarga

Ayah harus hidup benar, takut akan Tuhan dan jujur supaya anak-anak meniru. Jangan hanya menuntut anak hidup baik, tetapi tunjukkan lewat perbuatan setiap hari. Jadilah pembimbing keluarga dalam doa dan pembaca Firman Tuhan setiap hari. Mengarahkan anak-anak pada nilai-nilai kekal, bukan hanya pencapaian duniawi. Menciptakan rasa aman secara fisik dan emosional. Menjaga dari pengaruh negatif seperti pergaulan buruk, media yang merusak dana ajaran sesat.

  1. Mendidik Anak dengan Hikmat dan Hati

Ajarkan anak membedakan yang benar dan salah bukan hanya secara logika, tapi juga dari hati. Bangun hubungan hati ke hati dengan anak. Dengarkan mereka dan tuntun dengan sabar. Menjadi pendengar yang baik bagi anak dan membuka ruang dialog bukan hanya memberi perintah. Mengungkapkan kasih sayang secara verbal dan fisik seperti pelukan, pujian dan dukungan. Mendisplinkan anak-anak dengan kasih bukan kemarahan (Efesus 6:4). Mengajarkan pentingnya kebenaran dan integritas melalui tidakan nyata.

  1. Mewaspadai Pengaruh Keinginan Daging dan Moral yang Merusak

Ayah harus menjaga keluarganya dari pengaruh negatif, pergaulan bebas atau gaya hidup yang melanggar perintah Tuhan. Menghormati dan memperlakukan istri dengan kasih. Menjadi teladan dalam pengampunan dan pengorbanan. Serta menjaga komunikasi dan kerjasama sebagai pasangan.

  1. Membawa Sukacita bagi Keluarga

Anak yang bijak membawa sukacita bagi orang tua. Maka ayah bertanggungjawab menanamkan nilai-nilai bijaksana dalam keluarga. Ciptakan lingkungan rumah yang penuh kasih, keterbukaan dan Firman Tuhan. Ayah yang kuat dan pembawa sukacita adalah guru kehidupan bukan hanya pemberi aturan. Pelindung moral bukan hanya penjaga rumah. Pemimpin hati dan bukan hanya kepala rumah tangga. Dengan hidup benar, mendidik anak dalam hikmat dan menjaga keluarga dari dosa yang menjerat, ayah menghadirkan sukacita dan keselamatan bagi seluruh rumah tangganya.

                                                                                                                        Pdt. Maria E. Br. Sitepu, S. Th

 

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD