SUPLEMEN PA MAMRE TANGGAL 03-09 AGUSTUS 2025, 2 RAJA-RAJA 2:1-18

Teks :

2 Raja-raja 2:1-18

Tema   :

Nikapken Pemimpin

 

Pendahuluan

Dalam kehidupan ini, salah satu tanggung jawab terbesar yang dipercayakan Tuhan kepada kita sebagai pria, sebagai ayah, sebagai pemimpin rumah tangga, adalah mempersiapkan generasi berikutnya. Kita tidak hidup selamanya. Akan tiba waktunya kita harus mengundurkan diri dari panggung utama, baik dalam keluarga, pekerjaan, maupun pelayanan. Pertanyaannya adalah: apakah kita sudah mempersiapkan siapa yang akan meneruskan langkah kita?

Sering kali kita terlalu sibuk dengan tugas dan peran kita sendiri, sampai kita lupa bahwa tanpa regenerasi, akan ada kekosongan kepemimpinan. Baik dalam rumah tangga, gereja, maupun masyarakat. Kita mungkin pemimpin yang baik hari ini, tapi kalau kita tidak mempersiapkan pemimpin untuk esok hari, maka kita telah gagal dalam tugas jangka panjang kita.

Isi

Kisah dalam 2 Raja-raja 2 ini dimulai dengan suatu momen yang sangat sakral saat Elia, nabi besar Allah, hendak diangkat ke surga oleh Tuhan. Namun, sebelum peristiwa besar itu terjadi, Alkitab memberi kita gambaran yang kuat tentang sebuah proses penting dalam pelayanan dan kehidupan: proses mempersiapkan seorang pemimpin pengganti. Elia tidak hanya seorang nabi yang melakukan mujizat, tetapi ia juga seorang mentor, pembina, dan pembentuk generasi berikutnya. Ia tahu bahwa pelayanannya akan segera berakhir, dan yang lebih penting dari warisan mujizat-mujizatnya adalah warisan rohani yang ditanamkannya kepada penerusnya, Elisa.

Apa yang dilakukan Elia bukan hal yang mudah. Ia mengajak Elisa berjalan bersamanya, dari Gilgal ke Betel, lalu ke Yerikho, dan terakhir ke Sungai Yordan. Ini bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi sebuah perjalanan rohani. Sepanjang jalan, Elisa diuji dalam kesetiaan dan keteguhannya. Tiga kali Elia mencoba “meninggalkan” Elisa dengan mengatakan, “Tinggallah di sini,” tetapi Elisa selalu menjawab, “Demi Tuhan yang hidup dan demi hidupmu sendiri, aku tidak akan meninggalkan engkau.” Di sinilah kita melihat bahwa seorang pemimpin masa depan harus melalui proses. Ia tidak bisa hanya diberi posisi tanpa terlebih dahulu menunjukkan ketekunan, loyalitas, dan kerinduan akan panggilan Tuhan.

Menariknya, disetiap tempat yang mereka lewati, ada “rombongan nabi” yang memperingatkan Elisa bahwa Elia akan diambil darinya. Namun Elisa tidak tergoyahkan. Ia tidak mencari pengakuan dari orang lain, tetapi ia fokus kepada panggilan yang sedang ia jalani. Di sinilah kita belajar bahwa pemimpin sejati adalah orang yang tidak mudah digoyahkan oleh komentar atau tekanan publik, tetapi tetap berjalan dalam kesetiaan dan panggilan.

Saat mereka tiba di tepi Sungai Yordan, Elia melakukan mujizat terakhirnya: ia membelah sungai dengan jubahnya, dan mereka menyeberang. Di titik inilah Elia akhirnya bertanya kepada Elisa, “Apa yang dapat kuperbuat bagimu, sebelum aku diambil darimu?” Elisa, dengan kerendahan hati dan kepekaan rohani, tidak meminta kekayaan atau kehormatan. Ia berkata, “Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu.” Ini menunjukkan bahwa pemimpin rohani yang sejati bukanlah mereka yang mengejar posisi, tetapi mereka yang haus akan urapan dan kapasitas untuk melayani dengan sungguh-sungguh. Elisa tahu bahwa pelayanan yang ia akan jalani bukan hal ringan, dan ia butuh kekuatan yang besar dari Tuhan.

Elia menjawab bahwa permintaan itu sulit, tetapi akan terjadi jika Elisa melihat saat Elia diangkat. Dan benar, ketika Elia diangkat ke surga dalam angin badai dan kereta berapi, Elisa menyaksikan semuanya. Ia kemudian mengambil jubah Elia yang jatuh, simbol warisan rohani dan tanggung jawab pelayanan, dan memukulkannya ke sungai Yordan. Ketika sungai itu terbelah, sama seperti saat Elia melakukannya, maka terbuktilah bahwa roh Elia benar-benar turun ke atas Elisa.

Para nabi yang melihat dari kejauhan pun mengakui, “Roh Elia telah hinggap ke atas Elisa.” Di sinilah puncak dari kisah ini: proses pembentukan pemimpin yang benar akan menghasilkan pengakuan yang nyata, bukan karena pencitraan, tetapi karena kuasa dan kehidupan yang menyertai pemimpin itu. Elisa tidak perlu mengumumkan bahwa ia sudah menjadi nabi; perbuatannya menunjukkan kualitas dan pengurapan yang ia terima dari Tuhan.

Kisah ini menjadi teladan besar bagi kita sebagai kaum bapa. Kita bukan hanya pemimpin bagi keluarga atau gereja hari ini, tetapi kita adalah penentu arah bagi generasi yang akan datang. Jangan sampai kita sibuk memimpin, tetapi lupa membimbing dan mempersiapkan. Mungkin kita punya pengalaman, hikmat, atau pengaruh, tetapi semua itu akan berakhir jika tidak kita wariskan. Kita dipanggil bukan hanya untuk menjadi pemimpin yang hebat, tetapi pembentuk pemimpin masa depan yang lebih hebat yang haus akan Tuhan, setia dalam panggilan, dan mampu memikul tanggung jawab dengan keberanian dan iman.

Semoga melalui kisah Elia dan Elisa ini, kita ditegur dan dikuatkan untuk memikirkan: Siapa yang sedang kita bentuk hari ini? Apakah kita sedang mempersiapkan penerus yang layak untuk meneruskan api pelayanan dan iman? Karena hanya dengan regenerasi rohani yang sehat, kita bisa memastikan bahwa pekerjaan Tuhan tidak berhenti pada generasi kita saja tetapi terus menyala sampai ke anak cucu kita.

Penutup

Kisah Elia dan Elisa bukan sekadar catatan sejarah tentang nabi-nabi besar. Ini adalah cermin bagi kita hari ini, bahwa Tuhan bukan hanya mencari pemimpin, tapi mencari pembentuk pemimpin. Dunia ini tidak kekurangan pemimpin yang pintar berbicara, tetapi dunia sangat kekurangan pemimpin yang memiliki roh Elia, roh yang setia, mengasihi Tuhan, dan mau berkorban demi generasi berikutnya.

Elia tidak meninggalkan takhta, uang, atau gelar untuk Elisa. Ia meninggalkan jubah dan urapan. Ia mewariskan api, bukan abu. Dan Elisa menerimanya, tidak sebagai warisan kosong, tetapi sebagai tanggung jawab besar yang siap ia pikul.

Bayangkan jika Elia tidak membina Elisa. Bayangkan jika Elisa menyerah di tengah jalan. Maka akan ada kekosongan dalam sejarah Israel, dan generasi akan kehilangan suara kenabian. Tetapi karena ada proses, karena ada kesetiaan, maka terjadi kesinambungan kepemimpinan rohani.

 

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD