MINGGU 30 DESEMBER 2018, KHOTBAH LUKAS 2:27-35
Invocatio :
“Pada waktu itu TUHAN akan melindungi
penduduk Yerusalem, dan orang yang tersandung di antara mereka pada waktu itu akan menjadi seperti Daud, dan keluarga Daud akan menjadi seperti Allah, seperti Malaikat TUHAN, yang mengepalai mereka” (Zakaria 12:8)
Epistel :
Yesaya 52:7-10 (Responsoria)
Tema :
Yesus Kristus Penolong Untuk Semua Orang
Ada sebuah cerita tentang seorang wanita tua yang oleh dokternya dikatakan bahwa dia mungkin tidak akan dapat hidup lebih lama lagi. Kemudian, wanita tua itu memanggil keluarganya dan mendiskusikan apa yg harus dilakukan, dimana dia akan dikuburkan, peti jenazahnya akan seperti apa, dsb. Ketika diskusi berlangsung, wanita itu berkata, “Ada satu hal yang sangat penting, saya ingin dikuburkan dengan garpu di tangan kanan saya.” Anak-anaknya bingung mendengar pernyataannya, dan salah seorang di antara mereka tidak sanggup menyimpan rasa penasarannya bertanya: “Apa yang mama maksudkan?” Jawab wanita tua itu: “Aku teringat waktu makan dengan keluargaku ketika aku masih gadis. Setiap kami harus membantu membereskan piring-piring, sendok, dll setelah makan. Ketika nenekmu berkata simpan garpumu, itu artinya akan ada makanan lezat yang akan segera dihidangkan. Maka saya ingin dikuburkan dengan garpu di tangan kanan, karena akan ada hal baik yang datang!”
Ilustrasi ini menceritakan tentang sebuah "pengharapan". Ketika kita menunggu bis, kita pasti berharap bis segera datang. Pengharapan kita dibangun karena menantikan sesuatu yang akan datang. Itulah makna yang indah akan kehidupan Kristen: berbalik dari cara hidup yang lama, menjadi melayani Tuhan dan menantikan kedatangan Yesus yang kedua kali. Kita mempunyai pengharapan karena kita menantikan seseorang. Dia akan memberikan kepada kita sesuatu yang indah, kehidupan yang tidak ada penderitaan dan kesedihan. Kita memiliki pengharapan karena kita tahu hal yang baik akan segera datang. Kita berpengharapan karena itu dengan sabar kita menunggu, menunggu kedatangan kembali Tuhan kita.
Kitab Lukas mencatat ada seorang laki-laki tua yang benar dan saleh bernama Simeon, yang sabar menantikan penghiburan bagi Israel (Luk 2:25). Dengan penuh pengharapan dia menantikan kehadiran Mesias. Ia adalah representasi dari ‘sisa Israel’ yang dengan rindu menantikan penggenapan janji penyelamatan dari Allah. Kelahiran Yesus yang telah dinubuatkan ratusan tahun sebelumnya, membuat Simeon yang penuh dengan hikmat Allah mewakili para nabi terdahulu bertemu dengan Mesias yang telah dijanjikan. Sikap Simeon saat dia melihat bayi Yesus yang dibawa oleh Maria dan Yusuf ke Bait Allah mengungkapkan isi hatinya yang digenangi oleh perasaan syukur tak terkira, langsung mengenali bahwa bayi yang dibawa Maria dan Yusuf, adalah bayi yang ditunggu-tunggu kelahiranNya.
Penantian dari generasi ke generasi akan janji yang kudus itu, Simeon yang berhati tulus dan saleh hidupnya, bisa melihat bahwa kelahiran bayi Yesus tidak hanya membawa keselamatan bagi bangsa Yahudi tapi juga menjadi kemuliaan bagi bangsa Israel. Kebanyakan orang Yahudi ketika memikirkan Mesias, mereka pikir Dia datang hanya untuk mereka dan untuk menghancurkan bangsa-bangsa lain di bawah kaki-Nya saja. Berbeda dengan Simeon, dia memahami dari Firman Allah apa yang kebanyakan orang Yahudi pada zaman itu telah lewatkan (kehilangan). Dia mengerti bahwa Yesus datang untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain, untuk membawa keselamatan bagi bangsa-bangsa lain, untuk mengungkapkan diri-Nya kepada bangsa-bangsa lain. Dan bahwa Dia akan melakukan hal ini melalui penderitaan sebagai seorang hamba, mati di kayu salib, dan kemudian bangkit dari antara orang mati. Ia justru membawa kebangkitan bagi banyak orang Israel untuk menerima keselamatan. Firman Tuhan yang disaksikan oleh Nabi Yesaya telah digenapi (Epistel, Yes. 52:7-10). Sebuah proklamasi keselamatan untuk bangsa Israel, dan seluruh bangsa. Firman ini mengingatkan akan sebuah pengharapan luar biasa, yang diberitakan Nabi Yesaya kepada umat Tuhan: Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit keda-tangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat dan berkata kepada Sion:Allahmu itu Raja!Simeon memiliki kesempatan untuk menyaksikan berita keselamatan itu.
Digerakkan oleh Tuhan sendiri Simeon menanti di Bait Suci, dan meyambut Yesus yang dibawa masuk oleh kedua orang tuanya. Simeon berkata demikian: “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel” (Luk. 2:29-32). Firman Tuhan yang disampaikan melalui Simeon ini memberitahukan kepada orang tua Yesus, dan juga kepada kita, bahwa Yesus akan menjadi keselamatan bagi segala bangsa. Sayangnya tidak semua bisa melihat apa yang dilihat Simeon tetapi karena karya Roh Kudus yang tidak pernah berhenti, kita dibawa ke dalam pengertian satu ke pemahaman lainnya sehingga kita sampai pada pengenalan akan kasih Tuhan yang menyelamatkan.
Puji syukur kita naikkan kehadirat Kristus Sang Kepala Gereja, Tuhan yang Maha Kuasa sang pencipta langit bumi dan segala isinya, karena oleh Kuasa dan KasihNya kita sudah diantar sampai pada penghujung tahun ini. Mari sejenak merenungkan perjalanan kehidupan kita, mungkin ketika mengawali tahun 2018 ini ada banyak tekad yang kemarin mau kita kerjakan, kita sudah menetapkan resolusi dari setiap persoalan yang kita hadapi di tahun 2018, dan saat ini kita mau mengevaluasi seberapa efisien resolusi yang sudah kita lakukan, seberapa banyak tekad kita yang terrealisasi di tahun 2018 ini. Ketika menjalani tahun 2018 ini kehidupan kita mungkin tidak mulus, banyak masalah, suka, duka silih berganti. Perlu kita mengevaluasi semua perjalanan kehidupan kita apakah semua berjalan seperti yang kita “rencanakan?” kalau iya puji Tuhan, tapi kalau tidak, coba kita renungkan apakah lebih baik atau lebih buruk dari yang kita bayangkan. Tetapi, kepala kita terlalu kecil untuk memikirkan semuanya itu, semua harus kita respons dengan iman, bahwa rancangan Tuhan bukan rancangan kecelakaan tetapi rancangan damai sejahtera, suka dan duka Tuhan pakai mendatangkan kebaikan bagi kita yang mengasihiNya.
Perayaan Natal mula-mula berbeda dengan perayaan Natal sekarang (yang baru saja kita lakukan). Apa yang dahulu masih sebagai pengharapan, kini sudah menjadi kenyataan. Apa yang dahulu masih terbentang jauh di depan, sekarang sudah menjadi pengalaman. Jika sebuah pengharapan saja sudah cukup bagi Simoen untuk bersukacita dan memuji Allah, apalagi sekarang. Kita seharusnya jauh lebih bersukaria, karena kita telah melihat penggenapan dari pengharapan tersebut. Jika Simeon yang hanya memandang cicipan keselamatan bisa memuji Allah, apalagi kita yang sudah melihat penggenapan keselamatan Allah yang jauh lebih besar. Jika dengan berbekal pengharapan Simeon sudah puas dengan hidupnya, apalagi kita yang sudah melihat dan menikmati realisasi dari pengharapan itu. Tidak ada alasan untuk takut dan kuatir. Selalu ada alasan untuk memuji dan bersyukur. Selamat memasuki Tahun Baru 2019. Soli Deo Gloria.
Pdt. Melda br Tarigan
GBKP RUNGGUN PONTIANAK
Minggu 23 Desember 2018, Khotbah Yesaya 30:18-26
Invocatio :
Tetapi Engkau, ya Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih dan setia. (Masmur 86 : 15)
Bacaan :
Yudas 1 : 17 - 21
Tema :
“Tuhan Menyembuhkan Luka-Luka Kita”
(“Tuhan Pepalem Luka-Lukanta”)
PENDAHULUAN
Kita semua memiliki pengetahuan tentang Allah; bahwa Allah itu mahakuasa, mahabaik, maha pengampun dan maha-maha lainnya. Namun, sekedar “tahu” tidak cukup. Sama dengan orang yang tahu bahwa olahraga itu menyehatkan, tidak serta merta ia suka berolahraga. Sekedar “tahu” tentang Allah juga begitu, tidak banyak berarti. Karena itu kita juga perlu mengalami Allah; sungguh-sungguh merasakan Allah sebagaimana yang kita ketahui.
Misalnya, kita tahu Allah pengasih dan penyayang. Itu baik. Tetapi, apakah kita juga sungguh-sungguh merasakan kasih sayang Allah dalam hidup kita? Sehingga dalam pergumulan dan pencobaan seberat apa pun kita tetap tegar dan tabah; tidak kehilangan pengharapan, juga tidak kekurangan rasa syukur.
I S I
Di Minggu Advent IV ini, diperlihatkan bagaimana Allah kita Allah yang mahakasih. Jelas diperlihatkan dalam Invocatio : “Tetapi Engkau, ya Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih dan setia”, yang diambil dari Masmur 86 : 15.
Kasih Allah itu diperlihatkan dalam bahan khotbah kita yang diambil dari kitab Yesaya pasal 30 : 8 – 26. Yesaya 30 berisi tentang teguran Allah terhadap Yerusalem karena memilih jalannya sendiri. Yesaya 30 ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Yesaya 30 : 1 – 17 : memperlihatkan bahwa bukan Mesir tetapi Tuhan yang memberi pertolongan
b. Yesaya 30 : 18 – 26 : Janji keselamatan bagi Sion
c. Yesaya 30 : 27 – 33 : Hukuman Allah atas Asyur
Sebagaimana kita ketahui, pada masa itu, muncul adi kuasa baru yang datang dari Timur Laut, yaitu Asyur yang berambisi besar mengadakan ekspansi ke Barat. Ini berarti bahwa Negara-negara Aram, Fenisia, Israel dan Yehuda bahkan Mesir terancam keselamatannya. Kemudian Israel bersama Aram bersekutu melawan Asyur. Oleh karena, Yehuda menolak bergabung, maka Israel dan Aram mengepung Yerusalem untuk meyisihkan Raja Ahas dari Yehuda. Raja Ahas lalu minta bantuan dari Asyur, walaupun nabi Yesaya menegornya. Pada tahun, 721sM, kota Samaria jatuh dan diduduki Asyur. Negara Yehuda sementara itu masih dapat bertahan oleh karena bersikap mengalah terhadap Asyur. Akan tetapi, lama-kelamaan timbul keinginan memberontak terhadap Asyur dengan mendapat dukungan dari Mesir. Hal ini ditentang oleh nabi Yesaya. Yesaya menasihatkan agar Yehuda tetap bersandar kepada Tuhan saja, dan bukan kepada Negara-negara besar. Pada satu pihak Asyur dipandang sebagai alat di tangan Tuhan yang menghukum kejahatan dan kemurtadan Yehuda (lih.10:5 dst). Akan tetapi, pada pihak lain Asyur sendiri, oleh karena kesombongannya, tidak aakn luput dari hukuman Tuhan (Lih.10:7-19, 25-27, 14:24-27; 30:30-33 dst)
Di Yesaya 30:1-5, disebutkan bagaimana murka Tuhan atas koalisi yang dibangun Yehuda dengan bangsa Mesir. Koalisi tersebut sama dengan pemberontakan terhadap Allah. Dengan meminta pertolongan kerajaan Mesir, sama dengan bangsa Yehuda meragukan kuasa Allah untuk dapat menolong mereka. Mereka tidak mendengar nabi Yesaya.
Meskipun Allah sangat murka terhadap perbuatan umat-Nya dan menghukumnya, namun Allah tetap membuka diri. Dia masih memberikan kesempatan kepada umat-Nya untuk bertobat. Hal ini dapat kita lihat di ayat 18 : “Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu IA bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia”
Menanti-nantikan Tuhan bukanlah duduk diam dan tidak melakukan apa-apa. Akar kata yang dipakai untuk menanti-nantikan Tuhan adalah qavah yang memiliki arti terikat atau dijadikan satu dengna cara dililit. Itu sama seperti kita menyambung dua kabel menjadi satu dengan cara kita putar supaya saling terkait dengan erat. Menanti-nantikan Tuhan berarti menjadi terikat dengan Tuhan.
Ketika kita terikat dengan Tuhan, disitulah kita akan menyadari dosa-dosa kita dan kembali kepada Allah. Sebagaimana ditulis dalam ayat 19, bahwa Tuhan akan mengasihi umat-Nya, apabila umat-Nya kembali (1) berseru kepadanya [ayat 29], (2) terus melihat dia [ayat 20], (3) mengikuti jalannya [ayat 21], (4) menganggap najis berhala-berhala dalam bentuk apapun [ayat 22].
Bila hal itu yang dilakukan umat-Nya, maka Tuhan akan menunjukkan kasih setia-Nya, membalut luka-luka umat-Nya dan menyembuhkan bekas pukulan.
APLIKASI
Tuhan sungguh mengasihi kita. Walaupun Tuhan terkadang mengijinkan kita untuk mengalami persoalan, itu semata-mata untuk membuat kita sadar bahwa sebagai manusia kita tidak akan berdaya jika hanya bergantung pada kekuatan diri kita sendiri saja. Tuhan ingin mengajarkan kita untuk mau bergantung kepada-Nya, sehingga Tuhan bisa menunjukkan kasih dan sayang-Nya pada kita. Melalui persoalan hidup kitalah, kita dapat mengalami Allah, asal kita mau terikat dengan Allah. Mau menyediakan diri untuk sejenak tenang melembutkan hati, membuka pikiran; mempersilahkan Allah menyapa melalui segala apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami. Membangun diri dan memelihara diri dalam kasih Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita, Yesus Kristus, untuk hidup yang kekal. (Yunus 1 : 20-21)
Pdt. Asnila Br Tarigan
Rg.Cijantung
Minggu 16 Desember 2018, Khotbah Lukas 13:23-30
Invocatio :
Berbahagialah orang yang engkau pilih dan orang yang engkau suruh mendekat untuk diam di pelataranMu! Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumahMu, di baitMu yang kudus (Mazmur 65:5)
Bacaan :
2 Tesalonika2: 13-17 (tunggal)
Tema :
Orang Yang Percaya pada Yesus akan menjadi yang terdepan
1. Adven adalah saat dimana orang percaya menyiapkan diri menyambut kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali, secara spesifik menyambut peringatan hari kelahiran Tuhan Yesus. Pertanyaan tentang apa yang harus kita lakukan selama masa penantian tersebut, hampir setiap minggu adven dipertanyakan. Dan jawabanya ada di ayat invocatio yang menyatakan bahwa sukacita terbesar kita adalah berada dekat Allah dan menikmati persekutuan dengan Dia. Kita menunggu bukan karena kebetulan atau karena kewajiban semata tapi karena Tuhan sudah memilih dan menetapkan kita untuk menjadi bagian dari penggenapan rencana keselamatanNya. Dalam mazmur ini juga menyatakan berkat-berkat Tuhan yang luar biasa bagi umat pilihan. Karena itu mengapa kita tidak menunggu dengan menjadi pribadi yang hidup dekat dengan Tuhan, menjadi berkat bagi dunia sambil menikmati segala yang baik yang datang dari Tuhan.
2. Injil Lukas dituliskan untuk orang-orang yang bukan Yahudi. Lukas menulis Injil dengan tujuan supaya Theofilus dan orang-orang yang belum mengenal Yesus dapat mengetahui kebenaran bahwa Yesuslah juruselamat. Dalam perjalanan menuju Yerusalem, Yesus melakukan kegiatan “blusukan” keliling dari kota-kekota dan dari desa kedesa dan mengajar orang-orang yang Dia jumpai dalam perjalanan. Dalam kegiatan mengajar tentu wajar jika terjadi sesi tanya jawab dan pertanyaan pertama yaitu, Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan? Pertanyaan ini dilatarbelakangi oleh pandangan bangsa Yahudi yang menganggap mereka sebagai bangsa pilihan sehingga akan secara otomatis mendapatkan keselamatan. Yang paling menarik adalah Yesus tidak menjawab dengan kata jumlah yang diminta namun Yesus memberikan dorongan kepada orang yang bertanya untuk berjuang memperoleh keselamatan karena “pintu yang sesak itu”. Pintu yang sesak menggambarkan bahwa keselamatan bukan jalan yang murah apalagi murahan karena itu untuk memasukinya diperlukan perjuangan. Dalam Bahasa Inggris perjuangan dipakai kata to agonize yang berarti tersiksa, sangat menderita. Berarti dalam perjuangan tersebut kita akan menghadapi penderitaan yang sangat hebat, sebab itu berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami baik secara lisan maupun secara tertulis (2 Tes 2:15)
Ada waktu dimana pintu tersebut akan ditutup oleh tuan rumah, sehingga orang-orang yang datang mengetuk akan ditolak. Karena itu perjuangkanlah keselamatanmu ketika kesempatan itu masih ada. Semakin menarik pada ayat 26 yang menunjukkan kedekatan tuan rumah dengan tamu yang datang mengetok, karena pernah makan bersama dan minum bersama, pernah mendengarkan pengajaranNya. Namun kedekatan tersebut tidak membuat mereka diterima bahkan tetap ditolak, diusir dan bahkan disebut sebagai yang melakukan kejahatan. Hal ini menegaskan bahwa hubungan dengan Tuhan tidak dapat sekedar seremonial saja.
Ketika pintu ditutup maka sudah tidak ada lagi kesempatan untuk mengenal Yesus dan menerimanya sebagai Juruselamat karena itu yang tersisa adalah ratap dan kertak gigi, yang menunjukkan penderitaan dan rasa sakit yang luar biasa. Orang-orang dari Timur, Barat, Utara, Selatan menggambarkan keterbukaan keselamatan bagi semua manusia, tidak dimonipoli oleh bangsa pilihan bahkan disebutkan yang bersama-sama dengan Tuhan dalam Kerajaan Allah adalah orang yang datang dari segala penjuru.
Standar keselamatan Yesus mengejutkan pendengarNya. Orang Yahudi memang yang sulung namun keselamatan tidak otomatis mereka dapatkan karena mereka menolak Yesus. Sehingga bangsa lain yang menerima Yesus sebagai Juruselamatlah yang akan masuk dalam Kerajaan Allah.
3. Keselamatan adalah anugrah bagi orang percaya, namun hanya orang-orang yang tetap setialah yang berjuang untuk selalu bersama-sama dengan Yesus sampai pada akhirnya. Berjerih payah, mengerahkan segala daya dan upaya mengikut FirmanNya dan dalam persekutuan dengan Tuhan, jerih payahmu tidak akan sia-sia (1 Kor 15:58). Jangan meremehkan keselamatan yang telah kita terima dengan menjalani hidup tanpa berjaga-jaga secara rohani (bd. Luk 21:36). Hidup kekristenan akan menjadi sia-sia bila tidak diisi dengan usaha dan perjuangan untuk menjalani hidup yang berkenan dihadapan Allah. Adven berarti menunggu dalam perjuangan.
Pdt. Erlikasna br Purba
GBKP Rg. Denpasar