MINGGU 31 AGUSTUS 2025, KHOTBAH 1 SAMUEL 2:22-25 (MINGGU MAMRE)
Invocation :
Kasih Karunia dan damai Sejahtera dari Allah, Bapa Kita, dan dari Tuhan Kistus menyertai kamu (1 Korintus 1:3)
Bacaan :
2 Timotius 1:1-2 (Tunggal)
Tema :
Tanggung Jawab Seorang Ayah
I. Pendahuluan
Pada tahun 2025 ini umur Kategorial Mamre di GBKP genap 30 tahun. Umur 30 tahun dalam dunia kepada seorang ayah merupakan umur yang masih relatif muda. Namun umur 30 tahun bagi seorang lajang akan disebut tua oleh manusia ataupun dunia ini. Secara organisasi kategorial mamre berumur 30 tahun merupakan nomor 2 termuda di GBKP setelah Saitun. Muda dan Tua kembali kepada tanggung jawab yang di lakukan oleh mereka yang takut akan Tuhan serta melakukan apa yang benar sesuai dengan Firman Tuhan. Dan tentunya pencapaian Mamre GBKP baik dalam Pelayanan, Persekutuan dan Diakonia tidak pernah ada habisnya, sehingga Mamre GBKP harus terus belajar, meningkatkan kualitas dalam segala hal dan yang lebih utama adalah iman dan buah iman tersebut.
Sebuah ilustrasi: Suatu ketika seorang ayah ditanya oleh anaknya yang masih berusia 12 tahun saat mereka sedang duduk berdua dan menikmati sebuah pemandangan. Mengapa ayah selalu rajin berdoa,rajin beribadah padahal keadaan ekonomi kita tetap biasa saja, gadak perubahan bahkan motor buntut itu selalu saja ayah katakan motornya akan baik-baik saja. Sebenarnya apa yang ayah peroleh dengan sering berdoa secara teratur kepada Tuhan, bukan kah kitab isa meminta kepada Tuhan rejeki yang banyak supaya dapat merubah kehidupan kita? Ayahnya menjawab, tidak ada yang ayah dapat nak, malah ayah banyak kehilangan, kamu tahu gak ayah kehilangan apa saja?; ternyata setelah berdoa dengan teratur setia beribadah kepada Tuhan ayah kehilangan Kekhawatiran, Kemarahan, Kekecewaan, Sakit hati, Kebencian, Kesombongan, Depresi dan papa sangat bersyukur kehilangan mereka semua.
II. Isi
1 Samuel 2:22-25
Teks dalam pasal yang ke 2 dimulai dengan ayat yang ke 11 berisi beberapa kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak imam Eli. Kejahatan yang sangat buruk dari anak-anak imam Eli ay. 12 disebut sebagai anak yang dursila (jahat, tidak bermoral). Imam Eli sendiri adalah seorang yang sangat baik, dan tidak diragukan akan mendidik putra-putranya dengan baik, memberi mereka petunjuk yang baik, menunjukkan teladan yang baik. Akan tetapi, ketika mereka bertumbuh besar mereka menjadi orang-orang dursila, dan dapat disebut juga sebagai para bandit yang keterlaluan; mengapa ? karena mereka tidak mengindahkan Tuhan. Mereka hanya sekadar memiliki pengetahuan dalam benak mereka tentang Allah dan hukum-hukum-Nya, pada kenytaannya hanya pengetahuan semata dalam kenyataannya mereka tidak hidup sesuai apa yang mereka pelajari dan ketahui tentang Firman dan ajaran Allah tetapi mereka hidup menentang Allah dengan perbutan mereka. Eli adalah imam besar dan hakim di Israel. Putra-putranya adalah juga imam berdasarkan keturunan. Karakter mereka dulunya suci dan dihormati, dan mewajibkan mereka, demi nama baik mereka, untuk memperhatikan kepantasan. Mereka menduduki pucuk pimpinan dari jabatan dan pelayanan, kehormatan, kekuasaan, dan pengetahuan mereka justru membuat mereka menjadi sangat buruk. Mereka tidak perlu pergi untuk menyembah allah lain, seperti yang dilakukan oleh orang-orang lain. Kejahatan yang dilakukan anak-anak Eli;
- Mereka tidak mengindahkan persembahan untuk TUHAN dan memanfaatkannya untuk diri mereka sendiri, atau lebih tepatnya memakainya untuk memuaskan kehidupan mereka sendiri. Mereka merampok orang-orang yang datang membawa persembahan dan menjarah sebagian hasil persembahan korban pendamaian bagi diri mereka padahal para imam telah mempunyai bagian mereka sendiri, yaitu dada persembahan unjukan dan paha persembahan khusus ( 7:34), tetapi ini pun tidaklah memuaskan mereka (lih. ay. 13-14).
- Anak-anak Eli melacurkan para wanita yang datang untuk beribadah di pintu masuk rumah Tuhan (ay. 22). Mereka telah memiliki istri sendiri, tetapi mereka seperti kuda-kuda jantan yang gemuk dan gasang ( 5:8). Pergi ke rumah-rumah pelacuran saja, para pelacur biasa sudah merupakan suatu kejahatan yang menjijikan, apalagi menyalahgunakan kepentingan sebagai imam terhadap para wanita, yang baik-baik dan saleh, dengan mengajak mereka melakukan kejahatan. Ini suatu ketidaksusilaan yang mengerikan, yang tidak terpikirkan bisa diperbuat oleh orang-orang yang menyebut diri imam.
Sesungguhnya imam Eli memberikan teguran terhadap anak-anaknya atas kejahatan mereka: Ketika Eli telah sangat tua (ay. 22) dan tidak dapat mengatur pelayanan rumah Tuhan seperti sebelumnya dan mempercayakan semuanya kepada putra-putranya. Karena kelemahan umur ayah mereka, anak-anak itu tidak memandang ayah mereka, dan berbuat apa yang mereka sukai. Sangat memprihatinkan imam Eli diberi tahu orang tentang kejahatan anak-anaknya itu kabar tersebut sangat menghancurkan hatinya, dan betapa berat beban yang ditambahkan kepadanya di usia renta itu. Namun hal tersebut tampaknya tidak membuatnya segera memarahi mereka sampai didengarnya tentang perbuatan mereka yang melacurkan wanita, barulah dia merasa perlu untuk menegur mereka. Seandainya sedari dulu ia menghardik mereka atas ketamakan dan pesta pora mereka, hal ini mungkin dapat dicegah. Orang-orang muda seharusnya diberi tahu tentang kesalahan mereka segera setelah dilihat bahwa mereka mulai kelewat batas, supaya jangan sampai hati mereka mengeras.
Mengenai teguran Eli terhadap anak-anaknya, Imam Eli memberi tahu mereka bahwa perbuatan mereka sangat jelas tidak dapat disangkal lagi, dan tidak dapat disembunyikan: “Kudengar dari segenap bangsa ini tentang perbuatan-perbuatanmu yang jahat itu (ay. 23). Ini bukan dugaan dari satu atau dua orang saja, melainkan kesaksian yang diakui oleh banyak orang. Imam Eli menunjukkan kepada mereka akibat-akibat buruk dari perbuatan mereka, bahwa mereka tidak hanya telah berdosa, tetapi juga membuat orang Israel berdosa pula, dan seluruh bangsa itu harus bertanggung jawab atas dosa mereka juga, selain dosa anak-anak itu. “Kalian yang seharusnya membuat banyak orang berbalik dari kesalahan (Mal. 2:6), malah kalian menyebabkan umat Tuhan melakukan pelanggaran, dan merusakkan bangsa bukan membaruinya. Imam Eli memperingatkan mereka tentang bahaya yang mereka bawa sendiri oleh perbuatan dosa tersebut (ay. 25). Ia menyatakan kepada mereka apa yang kemudian disampaikan oleh Allah kepadanya, bahwa dosa takkan dihapuskan dengan korban sembelihan atau dengan korban sajian (3:14). Jika seseorang berdosa terhadap seorang yang lain, hakim yaitu imam yang ditunjuk untuk menjadi hakim dalam banyak perkara, (Ul. 17:9) akan mengadilinya, akan memeriksa kasusnya, mendamaikan perkara, dan membuat penebusan bagi si pelanggar. Tetapi jika seseorang berdosa terhadap Tuhan yaitu, jika seorang imam menajiskan hal-hal yang kudus dari Tuhan, jika seseorang melayani Allah demi menyelamatkan orang lain tetapi dia sendiri menghina-Nya, maka siapakah yang menjadi pengantara baginya? Eli sendiri adalah seorang hakim, dan sering menjadi perantara untuk para pembuat kejahatan tetapi katanya kepada anak-anaknya, “Kalian yang berdosa terhadap Tuhan,” yaitu, “melanggar hukum dan kehormatan Allah, bagaimana mungkin aku dapat memohon ampun untuk kalian?” seorang ayah yang sangat tidak memiliki kuasa dan kemampuan atas apa yang dilakukan anak-anaknya kepada Allah. Teguran Eli terlalu lunak dan lembut. Ia seharusnya menghardik mereka dengan keras. Kejahatan mereka pantas mendapat teguran yang sangat keras. Watak mereka membutuhkannya. Kelembutan dalam menghadapi mereka hanya akan lebih mengeraskan hati mereka. Entah karena dia mengasihi anak-anaknya atau karena dia takut kepada mereka sehingga ia memperlakukan mereka sedemikan. Apa yang dikatakannya memang benar, tetapi itu belumlah cukup. Kadang-kadang diperlukan untuk memberikan ketajamana/penegasan pada teguran yang diberikan. Teguran Elia tidaklah berpengaruh kepada anak-anaknya, mereka tidak menghargai baik kekuasaannya maupun kasih sayangnya. Ini terjadi sebab Tuhan hendak mematikan mereka (ay 25) karena mereka sudah lama mengeraskan hati dan sekarang perhatikanlah, orang-orang yang tuli terhadap teguran hikmat sangat jelas sedang menuju kehancuran. Allah telah menentukan akan membinasakan mereka (2Taw. 25:16 dan Ams. 29:1).
2 Timotius 1:1-2
Timotius dikenal sebagai "anak rohani" Rasul Paulus. Ia lahir dari seorang ibu Yahudi bernama Eunike dan ayahnya seorang Yunani, ibunya Eunike dan neneknya Lois, adalah wanita Yahudi yang saleh percaya kepada Yesus Kristus dan memainkan peran penting dalam membentuk iman Timotius. Ibu dan neneknya sangat berperan dalam memperkenalkan Timotius pada Kitab Suci dan menanamkan iman kepada Tuhan. Meskipun ayahnya tidak disebutkan secara aktif dalam pembentukan iman Timotius, Alkitab menekankan pentingnya pengaruh ibu dan neneknya dalam hidupnya. Mereka adalah contoh iman yang kuat yang menjadi dasar bagi perjalanan rohani Timotius.
Eunike dan Timotius tinggal di Listra dimana penduduk Listra menyembah berhala beribadah kepada dewa, tentu tidak mudah bagi Eunike dalam mendidik anaknya dalam iman yang benar karena pengaruh lingkungan serta pergaulan yang buruk di kota listra pada waktu itu. Kota yang hanya mencari kesenangannya sendiri dimana tidak mengenal Allah, Eunike tetap taat dan hidup mengikuti hukum dengan ketetapan hukum taurat sebagai orang Yahudi yang mendidik anaknya dalam pengajaran hukum taurat dengan baik. Paulus tahu betul bahwa ada warisan penting dari nenek Lois dan ibu Eunike. Warisan berharga bukanlah rumah, emas atau uang dalam jumlah besar, melainkan warisan iman kepada Yesus yang ditanam dan dipelihara dalam kehidupan keluarga Timotius. Paulus mendorong anaknya Timotius untuk terus memelihara warisan iman keluarganya yang sudah ada di dalam Tuhan.
Paulus sebagai bapa rohani Timotius memberikan figure yang baik dalam membentuk Timotius dalam pelayanan Timotius agar ia tidak menyerah atau berhenti memberitakan kesaksian Allah dan kerajaan Allah sesuai dengan iman Timotius yang kuat. Timotius adalah orang yang bisa dipercaya, tapi dia kurang antusias. Dia tampak belum dewasa, ketika Paulus menugaskannya untuk memimpin gereja Efesus (1 Tim 4:12), seorang penakut (2 Tim 1:6,7) dan sering mengalami gangguan pencernaan (1 Tim 5:23). Tujuan dari surat yang menyandang namanya adalah untuk mendorong dan menguatkan hati mereka untuk menerima tugas sulit yang diberikan Paulus kepadanya.
1 Korinti 1:3
Pelayanan Paulus begitu luar biasa dalam memberitakan firman dan dalam kesibukan itu dia tidak menjadikan itu alasan untuk tidak memperhatikan jemaat yang dia bina. Sekalipun keadaan di gereja Korintus sedang dalam keadaan tidak baik, hal itu tidak membuat Paulus menghindar ataupun menolak mereka, tetapi dengan kasih di masih memberikan diri untuk menjawab pertanyaan dari jemaat.
III. Aplikasi
Seorang ayah memiliki tanggung jawab penting dalam keluarga, termasuk memimpin, melindungi, menyediakan, dan membimbing anak-anaknya. Tanggung jawab yang menekankan peran ayah sebagai kepala keluarga dan teladan bagi anak-anaknya, mengajarkan kebenaran kepada anak-anak Anda, menetapkan batasan, dan menerapkan disiplin agar mereka dapat menjalankan rencana Tuhan bagi hidup mereka. Ayah berperan sebagai pemimpin rohani bagi anggota keluarganya yang hadir dan berdiri bagi anggota keluarga di hadapan Tuhan dan mengarahkan anggota keluarga untuk hidup dalam kehendak Tuhan melalui doa, memuji Tuhan, membaca dan merenungkan firman Allah serta mengaplikasikan dalam kehidupan kesehariannya. Seorang imam Eli memiliki kelemahan dalam mengajarkan dan memberikan teguran terhadap anaknya ketika sudah melakukan kejahatan yang sangat fatal, kasih sayang seorang ayah sehingga dia tidak memberikan teguran sejak dini terhadap anaknya namun akhirnya mendatangkan kebinasaan bagi anaknya. Timotius seorang yang muda mendapatkan didikan rohani dari nenek dan ibunya menjadikan dia pribadi yang takut akan Tuhan. Peran keluarga sangat penting dalam pertumbuhan dan masa depan seorang anak, sehingga Paulus sebagai figure ayah rohani memilih dan mempersiapkan Timotius menjadi seorang pelayan yang setia dan teguh.
Mamre GBKP tentunya secara kategorial memiliki program Pelayanan, Persekutuan dan Diakonia. Sebagai pribadi mamre di dalam keluarganya juga sangat penting untuk memperhatikan anak dalam segala hal, baik spiritual, emosi, pendidikan, etika pergaulan tentunya tetap setia dan tetap berdoa bagi mereka. Hubungan si mehuli ras Dibata tentuna mabai kita mpengasup kita guna ngelayasi kerinana. Tuhan si mpengasupsa.