MINGGU 21 AGUSTUS 2022, KHOTBAH MAZMUR 128:1-6 (MINGGU MAMRE)
Invocatio :
“Orang benar yang bersih kelakuannya, berbahagialah keturunannya” (Amsal 20:7).
Bacaan :
Ibrani 12:5-8 (Tunggal)
Tema :
BAPA YANG TAKUT AKAN TUHAN (BAPA SI MALANG MAN TUHAN)
I. KATA PENGANTAR
Jemaat Tuhan yang dikasihi Tuhan, sebuah sumber mengatakan bahwa bapa adalah pahlawan bagi anak-anaknya, sehingga secara umum Ketika anak-anak berkelahi maka mereka akan mengatakan, “Aku bilang sama ayahku”. Sebuah sumber mengatakan bahwa ketika seorang anak kehilangan ayahnya apakah melalui kematian atau perceraian, maka anak-anak akan merasa bahwa mereka kehilangan pahlawannya. Dalam Alkitab juga dikatakan bahwa Yusuf merebahkan dirinya mendekap muka ayahnya serta menangisi dan mencium ayahnya yang sudah mati.
Bahkan bagi orang Israel para anak laki-laki ada di bawah bimbingan sang ayah yang memagangkan mereka dalam pertanian, penggembalaan, dan keahlian umum. Dengan mendampingi sang ayah dalam aktivitas seperti pepeprangan dan perburuan, para anak laki-laki belajar bagaimana menangani persenjataan, panah, pengali-ngali dan pedang.
Tentunya melalui hal ini dapat kita bayangkan jika sosok ayah yang mengajari anak-anaknya adalah ayah yang tidak takut akan Tuhan dan hidup dalam dosa, maka anak-anaknya juga akan hidup mengikuti apa yang diajarkan oleh ayahnya yakni hidup di dalam dosa. Sedemikian pentingnya seorang ayah bagi keluarga sehingga melalui firman Tuhan dalam ibadah kita hari ini kita akan belajar bagaimana sesungguhnya peran seorang dalam keluarga untuk mendapatkan kebahagiaan.
II. PENDALAMAN TEKS
Mazmur 128 ini menekankan sikap "takut akan Tuhan" (1, 4) sebagai dasar berkat dalam keluarga. Mazmur ini dikategorikan mazmur hikmat (band. Ams. 1:7). Ada banyak penafsir yang percaya bahwa mazmur ini juga dipakai sebagai doa bagi pasangan baru dalam acara pernikahan tradisi Israel. Bagian pertama dari mazmur ini (ay. 1-4) berbicara mengenai akibat hidup takut akan Tuhan. Mereka yang takut akan Tuhan dan bekerja keras akan diberkati (1-2). Iman seseorang kepada pemeliharaan Allah, dan ketekunannya dalam berusaha mendatangkan berkat yang berkecukupan. Keluarga pun ikut diberkati (3) dengan kebahagiaan yang bersumber dari Tuhan sendiri (5a; dari Sion, tempat kediaman Allah). Bagian kedua dari mazmur ini (ay. 5-6) memberikan nuansa yang meluas karena berkat bagi mereka yang takut akan Tuhan bukan hanya dirasakan dalam lingkup rumah tangga, tetapi juga dalam masyarakat dan bangsa. Keluarga yang takut akan Tuhan merupakan pilar-pilar pembentuk bangsa yang kokoh (5) dan membawa kesejahteraan bagi generasi yang akan datang (6). Pemasmur mengatakan bahwa berkat atas rumah tangga dimulai dari kehidupan pribadi yang benar di hadapan Tuhan yaitu hidup takut akan Tuhan dan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya (cara hidup yang ditunjuk Tuhan melalui hukum-hukumNya (bdk Maz 119). Sikap hidup seperti ini harus dimulai dari masing-masing pribadi anggota keluarga, sehingga keluarganya bahagia.
Pemazmur mengatakan bahwa berbahagialah setiap orang yang takut akan Tuhan. Pemazmur mengawali dengan pernyataan bahwa kebahagiaan adalah bagian atau nasib orang yang mengerti takut akan Tuhan dan hidup menurut jalan-jalan-Nya, karena orang tersebut akan baik keadaannya, sebab dia makan dari hasil jerih payahnya sendiri, tidak kehilangan hasil-hasil itu pada masa kekeringan atau membaginya dengan tuan-tuan tanah yang menindas. Seorang suami sebagai kepala keluarga mengambil peran pemimpin rohani bagi keluarganya. Secara pribadi, seharusnya ia memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan, sehingga dapat mengarahkan keluarganya kepada jalan-Nya. Di sini digambarkan seorang suami yang hidup benar di hadapan Tuhan dan memenuhi tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga. Ia memiliki istri dan keturunan yang membahagiakan keluarganya. Istrinya akan menjadi seorang wanita yang menyenangkan hati suami dan anak-anaknya, sehingga suasana rumah damai dan nyaman. Demikian pula dengan anak-anaknya, kelak akan menjadi pewaris keluarga yang berguna.
Pemazmur bukan mengatakan bahwa orang yang takut akan Tuhan dan berjalan di jalan Tuhan maka mereka akan hidup dengan mudah, tanpa kekhawatiran atau penderitaan, tetapi, mereka akan memakan hasil jerih payah tangan mereka. Isteri mereka akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahnya. Artinya istrinya akan seperti pohon anggur yang tidak hanya melebar sebagai hiasan, tetapi juga yang berbuah dan yang dengan buahnya baik Allah maupun manusia disenangkan (Hak. 9:13). Pohon anggur adalah tanaman yang lemah dan lembut, perlu disokong dan dirawat, tetapi ia merupakan tanaman yang sangat berharga.
Anak-anaknya akan menjadi seperti tunas pohon zaitun. Artinya sungguh menyenangkan bagi orangtua untuk mempunyai meja yang dibentangkan, meskipun dengan makanan ala kadarnya, dan melihat anak-anak mereka duduk di sekelilingnya, untuk mempunyai banyak anak, cukup banyak untuk mengelilinginya. Dan mereka senang melihat anak-anak mereka hadir bersama mereka, tidak terpencar-pencar, atau terpaksa harus berpisah dari mereka. Ayub menjadikannya sebagai salah satu contoh dari kemakmurannya dulu bahwa anak-anaknya ada di sekelilingnya (Ayb. 29:5). Orangtua senang ditemani oleh anak-anak mereka di meja makan, menjaga suasana menyenangkan ketika bercakap-cakap di meja makan, melihat mereka sehat-sehat, mempunyai nafsu untuk makan dan bukan untuk minum obat, melihat mereka seperti tunas pohon zaitun, tegak dan hijau, menyerap getah dari pendidikan mereka yang baik, dan akan berguna pada waktunya nanti.
Oleh sebab itu dalam bahan khotbah kita ini dikatakan bahwa sumber kebahagiaan dalam hidup kita adalah hidup takut akan Tuhan dan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya. Sehingga dalam bacaan kita Ibrani 12:5-8 dikatakan bahwa sekalipun banyak tantangan atau penderitaan jangan pernah meninggalkan hidup takut akan Tuhan karena didikan Tuhan atas orang-orang percaya dan kesukaran serta penderitaan yang diizinkan-Nya terjadi dalam kehidupan kita merupakan:
- Tanda bahwa kita adalah anak-anak Allah (ayat Ibr 12:7-8).
- Jaminan kasih dan perhatian Allah kepada kita (ayat Ibr 12:6).
- Agar pada akhirnya kita tidak ikut dihukum bersama-sama dengan dunia (1Kor 11:31-32)
- Agar kita dapat mengambil bagian dalam kekudusan Allah dan tetap hidup di dalam kesucian karena tanpanya kita tidak mungkin melihat Allah (ayat Ibr 12:10-11,14).
III. APLIKASI
Tema kita, “BAPA YANG TAKUT AKAN TUHAN”. Pengertian takut dalam hal ini adalah:
- Kesadaran akan kekudusan, keadilan, dan kebenaran-Nya dan kesadaran bahwa Allah adalah Allah yang kudus, yang tabiat-Nya itu membuat Dia menghukum dosa.
- Memandang Dia dengan kekaguman dan penghormatan kudus serta menghormati-Nya sebagai Allah karena kemuliaan, kekudusan, keagungan, dan kuasa-Nya yang besar
- Menyebabkan orang percaya menaruh iman dan kepercayaan untuk beroleh selamat hanya kepada-Nya.
- Kesadaran bahwa Dialah Allah yang marah terhadap dosa dan berkuasa untuk menghukum mereka yang melanggar hukum-hukum-Nya yang adil, baik dengan segera maupun dalam kekekalan (bd. Mazm 76:8-9).
Dengan demikian tema ini mau mengajarkan kepada kita agar menjadi seorang bapa harus hidup dengan menjaga kekudusan dan hidup dengan cara hidup yang ditunjuk Tuhan melalui hukum-hukumNya. Dalam nas khutbah kita dikatakan bahwa jika seorang laki-laki hidup takut akan Tuhan dan berjalan di halan yang ditunjukkan Tuhan maka mereka akan dapat:
- Menikmati buah dari pekerjaan mereka
- Berbahagia
- Kehidupan yang baik
- Istri yang membahagiakan suami dan anak-anaknya
- Anak-anak yang membahagiakan orang tuanya
- Umur Panjang
Oleh sebab itu sebagai orang beriman hendaknyalah kita sebagai bapa sadar bahwa kebahagiaan hidup kita sesungguhnya bukan ditentukan oleh sesukses apa karier kita, sekaya apa kita, setinggi apa jabatan kita, seberapa banyak harta kita, melainkan sejauh mana sebagai seorang suami atau bapa memiliki kehidupan yang takut akan Tuhan dan sejauh mana kita berjalan di jalan yang ditujukkan oleh Tuhan. Sebuah sumber mengatakan tiga hal di dunia ini yang tidak akan pernah kita ketahui yaitu kapan kita lahir, kapan kita berumah tangga dan kapan kita mati. Kelahiran sudah jauh kita tinggalkan dan untuk bertemu dengan Tuhan maka kita pasti akan menghadapi kematian. Sudah kah kita siap meninggalkan bekal kita di dunia ini? Bekal yang mana yang akan kita tinggalkan. Apakah Ketika kita mati maka orang akan berkata, “Sungguh baik sekali anak itu. Maka orang akan menjawab, “bagaimana tidak baik karena ayah dan kakek neneknya semua baik.” Apakah yang akan kita tinggalkan, Ketika orang berkata, “Jahat sekali anak itu.” Maka orang akan menjawab. Bagaimana tidak jahat, ayah dan kakek neneknya saja lebih jahat dari itu.” Yang mana akan kita tinggalkan.
Oleh sebab itu sebagai ayah hendaknyalah kita senantiasa hidup takut akan Tuhan dan berjalan di jalan Tuhan agar kebahagiaan itu menjadi milik kita dan anak-anak kita juga dapat berbahagia karena memiliki seorang bapa yang hidup takut akan Tuhan. Seperti yang disampaikan dalam Invocatio kita bahwa Orang benar yang bersih kelakuannya, berbahagialah keturunannya” (Amsal 20:7).
Pdt. Jaya Abadi Tarigan-Runggun Bekasi
RABU 17 AGUSTUS 2022, KHOTBAH ROMA 8:21-25 (HUT KEMERDEKAAN RI KE 77)
Invocatio :
“Kembalilah pula, TUHAN, luputkanlah jiwaku,Selamatkanlah aku oleh karena kasih setia-Mu.
Bacaan I :
Kejadian 40:13-15 (Tunggal)
Tema :
Merdeka janah ngenanami kebebasen / Merdeka supaya mengalami kebebasan
Pengantar
Tanggal 17 Agustus akan selalu identik dengan kata “Kemerdekaan/Merdeka”. Untuk bisa mendapat kemerdekaan harus menempuh perjuangan yang sulit dan panjang bahkan di dalamnya pun ada penderitaan dan pengorbanan. Perjuangan yang tidak mudah itu membuat tidak semua orang bisa bertahan dan mendapatkan kemerdekaan. Bisa kita lihat juga dari perjuangan Bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Dalam perjalanannya ada yang tidak bisa menanti kemerdekaan itu datang sehingga mereka meninggalkan Indonesia dan beralih bersama dengan penjajah. Namun, kita bersyukur masih banyak orang yang bisa bertahan dan memiliki pengharapan sehingga sampai saat ini kita sudah merasakan kemerdekaan selama 77 tahun. Selain kemerdekaan Indonesia, hari ini kita membahas kemerdekaan dari dosa. Sudahkah kita merdeka?
Isi
Tuhan Yesus sudah datang ke dunia dan menebus dosa kita di atas kayu Salib. Kita sudah dimerdekakan dari dosa. Tapi, hidup di dalam dunia berdosa, membuat kita setiap hari melihat perbuatan dosa di sekeliling kita. Kita masih bisa tergelincir ikut-ikutan berdosa. Sebagai orang yang sudah dimerdekakan dari dosa, kita harus bisa melawan dosa dan kesenangan dunia yang membuat kita kembali dikungkung oleh dosa. Menjauhi dosa tidak mudah, apalagi menjadi anak-anak Allah seperti yang ada dalam bacaan kita.
Banyak penderitaan yang kita alami saat kita hidup dalam ketaatan bersama Tuhan. Ketika Paulus menulis surat ini, sebagaian besar orang percaya di kota Roma, sedang atau akan mengalami penderitaan dahsyat. Rasul Paulus sendiri mengalami berbagai penderitaan setelah ia mengikut Tuhan. Paulus tidak menghadapu penderitaan dengan mengelakannya tetapi dihadapi dengan kebenaran firman.
Bagaimanakah orang seharusnya memandang penderitaan yang dialaminya saat ini? Penderitaan saat ini harus dipandang dalam kaitan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. Di Roma 8:18 “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” Ilustrasi yang dipakai oleh Paulus ialah seorang perempuan yang sakit bersalin. Sembilan bulan menderita berbagai ketidaknyamanan, Mendapatkan sukacita yang tidak terhingga saat bayi lahir. Demikian juga hidup kita yang penuh dengan penderitaan sekarang ini, tidak sebanding dengan pengharapan Sorgawi yang dijanjikan Tuhan bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya.
Dalam bacaan pertama kita mengingat kembali kisah Yusuf. Akibat memelihara integritas, Yusuf dipenjara. Statusnya dari budak menjadi penjahat karena tuduhan yang ia dapat. Penderitaan yang Yusuf alami tidak berkesudahan. Namun, ia tidak menyerah. Dalam penjara, Allah hadir dan bertindak memuwujudkan rencana-Nya bagi orang pilihan-Nya. Yusuf menjadi peka akan penderitaan orang. Di Kejadian 40:7 Yusuf bertanya kepada juru roti dan anggur di dalam penjara, “mengapakah hari ini mukamu semuran itu?”. Yusuf menaruh perhatian kepada penderitaan dan masalah orang lain. Itu bisa ia lakukan karena ia tahu bagaimana menderita dan ia mau membantu orang lain untuk tidak menederita. Dari situ juga kuasa Allah dinyatakan.
Penderitaan kini harus dihadapi dengan fakta kemuliaan kelak yang akan Tuhan nyatakan bagi anak-Nya. Penderitaan dapat menjadi alat Tuhan mengobarkan pengharapan iman yang kreatif. Menjalani kehidupan kita dengan membuka diri akan kehadiran Roh Kudus. Di tengah pergumulan dan penderitaan hidup, Roh Kudus menjadi jaminan akan berakt yang akan diterima oleh anak-anak Allah. Roh Kudus yang memberikan pengharapan karena Ia menjadi kemuliaan kekal yang kelak menanti kita.
Paulus sudah menjelaskan bahwa kita yang memiiki buah sulung Roh Allah menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu penebusan tubuh kita (ayat 23). Di ayat 25, “tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.” Tubuh yang ditebus akan merupakan tubuh yang dimuliakan, bebas dari segala dosa. Dengan pengharapan semacam ini, orang percaya menantikan penggenapannya dengan sabar dan tekun.
Refleksi
Tanpa mengalami penderitaan bagaimana Yusuf memiliki kepekaan terhadap orang yang sedang susah. Tanpa dipakai Tuhan untuk menanggapi mimpi orang lain, bagaimana mungkin ia mengantisipasi mimpi dari Allah untuknya? Jika Rasul Paulus tidak menghadapi berbagai penderitaan bagaimana ia bisa memberikan nasihat kepada jemaatnya? Hadapilah setiap babak baru dalam hidup kita dengan semangat untuk melihat apa yang Allah ingin kita pelajari dan berikan. Selamat menjalani berbagai penderitaan dengan harapan pembebasan dari Allah dan selamat menjadi saksi Tuhan untuk bisa membantu mereka yang juga menderita memiliki pengharapan akan pembebasan dari Allah.
Detaser Essy br Sembiring-Perpulungen Makassar
MINGGU 31 JULI 2022, KHOTBAH JOHANES 21:1-7
Invocatio : “Tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan” (Efesus 4 : 28 b)
Ogen : Rut 2 : 3-9 (Tunggal)
Tema : Pekerjaan yang Berhasil / Rulih I Bas Pendahin
Pembuka
Setiap orang yang bekerja pasti menginginkan hasil. Tidak ada yang bekerja tanpa mengharapkan apa-apa. Hasil yang baik tentunya dapat diperoleh jika mau mengusahakan sesuatu yang baik pula. Jika sekolah, sungguh-sungguhlah belajar, agar ilmu yang diraih bukan sekedar gelar. Jika bekerja, sungguh-sungguhlah bekerja agar ada sukacita dan dapat menikmati hasilnya.
Pepatah mengatakan rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya. Setiap hasil membutuhkan usaha. Contohnya dengan rajin dan berhemat, kita menjadi pandai dan kaya. Itulah yang diharapkan. Namun iman Kristen mengajarkan bahwa Tuhan memberkati kehidupan manusia seturut panggilannya. Bekerja dan mengusahai sesuatu adalah panggilan Tuhan (Bdk Kej 1:26, 28). Hasil yang dinantikan tidak hanya berupa materi, kehormatan, kesuksesan dsb, melainkan dengan turut bekerja, kita semakin mengerti cara Tuhan berkarya dan memberi hasil yang terbaik. Sehingga jerih lelah bekerja dan usaha dapat dinikmati, terus disyukuri dan mau membagikannya bagi orang lain, sebagai kesaksian tentang Tuhan pemberi berkat.
ISI
Johanes 21:1-7 Yesus menampakkan diriNya di danau Tiberias menjadi salah satu kesempatan Yesus tampil lagi dihadapan para murid setelah kematianNya (ay 1). Beberapa kali sebelumnya, Yesus menampakkan diriNya saat mereka sangat menantikanNya. Setelah Yesus mati dan bangkit, murid-murid telah ditugaskan untuk terus melayani dan bersekutu bersama. Tapi waktu yang ditetapkan tentang kedatangan Roh Kudus, belum tiba. Dalam penantian ini para murid kembali melakukan aktivitas dan pekerjaannya untuk memenuhi keperluan hidup mereka.
Di pantai Danau Tiberias, Yesus menunjukkan kehadiranNya dalam aktivitas dan pekerjaan mereka. Simon Petrus, Tomas (Didimus), Natanael, Yakobus dan Yohanes (anak Zebedeus) dan dua orang murid lainnya berkumpul di sana (ay 2). Petrus berinisiatif menangkap ikan, disusul murid Yesus lainnya yang sebagian besar dari mereka adalah nelayan. Sekalipun menangkap ikan adalah pekerjaan yang mereka kuasai, namun kali ini mereka kembali tanpa hasil (ay 3). Tentunya hal yang wajar jika kegagalan itu membuat mereka kecewa.
Di siang harinya, Yesus berdiri di pantai namun mereka tidak menyadari bahwa orang yang meminta makanan kepada mereka adalah Yesus (ay 4). Karena fokus mereka tertuju pada hasil yang gagal. Yesus mengerti akan hal itu dan meminta mereka menebar jalanya lagi, kemudian luar biasa banyaklah hasilnya, bahkan mereka kesulitan menariknya (ay 5-6). Yesus memberikan tanda mujizatNya. Semalaman mereka berusaha dan bekerja keras, namun tidak mendapat hasil. Tetapi Yesus memberikan apa yang diharapkan bahkan lebih dari apa yang terpikirkan.
Setelah menyaksikan hal tersebut, maka tersadarlah dan mengertilah murid-murid bahwa “itu Tuhan”. Mereka menyadari, hanya kehadiran Tuhanlah yang mampu melakukan hal itu. Maka Petrus pun bergegas mengenakan pakaiannya dan menghampiri Yesus (ay 7). Petrus bersiap diri datang mendekat kepada Yesus tanda kerinduan dan hormatnya akan Yesus.
Rut 2:1-7 Penggalan kisah awal mula Rut berjumpa dengan Boas. Sebagai seorang menantu, Rut perempuan yang taat dan setia. Hidup bersama dengan Naomi, Rut bertanggung jawab dan berusaha agar kehidupan mereka tercukupi. Tanpa ragu atau malu, Rut turut nasihat Naomi dan giat bekerja di ladang Boas (ay 3). Rut dengan kerendahan hati meminta izin mengutip bulir-bulir jelai yang tersisa (hak orang miskin). Dia menggunakan kesempatan bekerja dengan terus sibuk dan tidak berhenti (ay 7). Boas juga menjadi pemilik ladang yang bermurah hati. Tidak keberatan untuk menolong orang yang memerlukan. Dari sikap Rut dan Boas, Tuhan merancangkan kebaikan dan menampilkan kasih pemeliharaan.
APLIKASI
Dalam Minggu peningkatan Ekonomi jemaat, kita menyadari bahwa kebutuhan ekonomi menjadi hal penting yang harus dicukupkan. Tentunya cara untuk memenuhinya adalah dengan bekerja dan berusaha. Banyak sekali tantangan yang ada, baik dalam prosesnya juga hasilnya. Sering kali kita tergoda untuk mengerjakan pekerjaan yang melanggar perintah Tuhan, hanya karena berorientasi kepada hasil yang diinginkan. Atau melakukan pekerjaan dengan baik tetapi hasilnya tidak dipakaikan untuk sesuatu yang diperkenankan Tuhan.
Oleh sebab itu diperlukan prinsip yang benar untuk mengusahakan dan memakaikan segala sesuatu yang kita miliki, seturut Firman Tuhan. Agar kebutuhan ekonomi tercukupkan dan menjadi kemuliaan bagi nama Tuhan.
1. Ketahuilah tidak ada hasil yang sia-sia
Keberhasilan dalam melakukan pekerjaan bukan ditentukan pengetahuan, kepintaran, kehebatan atau pengalaman saja. Melainkan bagaimana seorang yang percaya Tuhan, hidup taat dan berserah kepadaNya saat melakukan pekerjaan. Para murid Yesus adalah orang yang handal sebagai nelayan, karena itu profesinya. Namun tidaklah menjamin setiap usahanya beroleh hasil yang memuaskan. Mereka sempat kecewa karena tidak ada makanan dari hasil kerjanya. Tapi Yesus memberikan kelimpahan agar mereka tahu, kehadiran Yesus dan percaya kepadaNya memberi berkat. Hasil itu mereka dapat terima, saat mau taat apa yang Tuhan perintahkan.
Mungkin kita pernah mengalami kegagalan bekerja seperti para murid. Namun perjumpaan dengan Yesus, memberikan mereka jawaban atas apa yang dinantikan. Jika berjalan seturut kehendak Tuhan maka tidak ada pekerjaan yang hasilnya kebetulan atau sia-sia. Kita tidak akan takut gagal, jika melakukan dengan kerja keras dan ketulusan hati. Kita tidak akan takut ditolak, jika telah mengerjakan tanggung jawab dengan kejujuran sesuai kehendak Tuhan. Kita tidak akan takut akan hasil, jika tidak sekalipun mengandalkan diri sendiri dan menjadi tinggi hati. Karena hanya Tuhan yang berkuasa memberi berkat dan hasilnya tidak pernah sia-sia.
2. Jangan menyerah tapi berserah
Ada kalanya menyerah menjadi pilihan menghadapi tantangan. Tuhan tidak terlihat secara fisik menolong tapi di dalam Firman Tuhanlah ada sukacita dan pengharapan. Itu menjadi motivasi memakaikan setiap kesempatan untuk melakukan pekerjaan baik. Teladanilah Rut yang tidak menyerah pada situasi hidup sekalipun penuh keterbatasan. Dia mau berjuang dan berserah kepada pertolongan Tuhan (Bdk Ogen). Kita mungkin tidak tau apa hasil akhir yang kita dapat, namun jangan pernah menyerah, serahkan hasilnya pada kehendak Tuhan maka Dia akan melimpahkannya.
Kadang Tuhan membiarkan kita mengalami kegagalan padahal memiliki kemampuan atau kekuatan. Agar dengan itu kita belajar untuk taat dan mendengar perintahNya. Bahwa dengan sepenuhnya bersandar kepada Tuhan kita dapat berhasil. Tuhan tidak akan meninggalkan kita, namun kegagalan menguji dan memberikan kesadaran akan kuasa Tuhan.
3. Prosesnya dan hasilnya untuk kemuliaan Tuhan
Menikmati proses dan menikmati hasil kerja sama pentingnya. Hasil yang baik dapat diperoleh dari proses kerja yang baik. Proses yang dapat dinikmati akan membuat hasil apapun diterima dengan sukacita. Sekalipun hasil yang diperoleh seturut harapan atau tidak, ketahuilah berkat Tuhan tidak terbatas materi. Tuhan menjamin agar melalui hasil apapun yang kita peroleh ada sukacita dan beragam kebaikan.
Seperti Boas, kerelaan hatinya dipakai Tuhan untuk suatu rencana memulihkan tidak hanya kehidupan Rut dan Naomi, tetapi juga bangsa-bangsa. Biarlah melalui diri kita banyak orang menerima berkat dan sukacita (Bdk Invocatio Efesus 4:28 b). Tuhan tampil dalam setiap proses, asalkan fokus kita “melihat” Tuhan. Seperti para murid yang menyadari bahwa “itu Tuhan” yang telah memberi tanda mujizatNya dan penyertaanNya. Dia mencukupkan yang kita perlu melalui usaha dan kerja keras setiap yang percaya. Sehingga tetaplah lakukan segala sesuatu dengan ketaatan akan perintahNya. Amin.
Mereka yang berbahagia bukanlah yang memiliki segalanya atas hasil kerjanya.
Tapi yang tidak pernah mengeluh dan mensyukuri apapun yang telah dimilikinya.
Karena disaat hati penuh rasa syukur, pasti ada berkat Tuhan yang tiada terukur.
Pdt. Deci K br Sembiring-Runggun Studio Alam